Ketua DPR RI Menyayangkan Bentrok Antara Warga Dan Aparat Gabungan Yang Terjadi Di Kepulauan Riau

Minggu, 10 September 2023

jejakhukumnusantara.com,Jakarta -Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyayangkan peristiwa bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau antara warga dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Ia menekankan, perlunya pendekatan secara humanis yang mengedepankan persuasi dengan warga. 

“Sekalipun ada penolakan dari masyarakat, semestinya tidak perlu ada tindakan represif. Seharusnya aparat bisa lebih humanis dan bersifat persuasif untuk berdialog bersama warga,” kata Puan dikiutip dari dpr.go.id, Jumat (8/9/2023). 

Diketahui, bentrokan dipicu oleh penolakan masyarakat adat Pulau Rempang atas Pembangunan kawasan industri di lahan pulau seluas 17 ribu hektare. Proyek yang dilabeli dengan proyek strategis nasional untuk membangun kawasan industri, perdagangan, dan wisata itu merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2023 sebagai Rempang Eco City.

Bentrokan terjadi saat tim gabungan berusaha menerobos masyarakat yang berjaga di Jembatan IV Barelang Pulau Rempang karena menolak dilakukannya pengukuran dan pemasangan batok di wilayah tersebut. 

Pemblokiran dilakukan warga dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan menuju kawasan Rempang. Meski begitu, petugas tetap memaksa masuk untuk memasang patok, dan menembakkan gas air mata serta water cannon untuk melerai kericuhan.

Akibat adanya tembakan suara letupan dari gas air mata, siswa-siswa SD di Pulau Rempang berteriak histeris ketakutan. Tak hanya itu, sejumlah siswa SMPN 22 yang berjarak 100 meter dari ruas Jalan Trans Barelang turut menjadi korban bentrok tersebut. 

Uap gas air mata yang ditembakkan ke udara oleh aparat terbawa ke kompleks sekolah dan membuat para siswa dan guru nyaris pingsan, bahkan sampai ada yang lari ke kawasan hutan untuk menghindari udara pengap akibat gas air mata. Puan mengatakan seharusnya penggunaan gas air mata tidak lagi dilakukan.

“Apabila memang ada kericuhan, gunakan pendekatan lain. Seharusnya kita belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa penggunaan gas air mata bisa berdampak fatal,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Mantan Menko PMK ini menilai, penolakan dalam pembangunan biasa terjadi. Menurut Puan, penolakan-penolakan tersebut seharusnya disikapi dengan cara-cara kemanusiaan dan bersifat persuasif. “Apalagi jika pembangunan ini demi peningkatan perekonomian rakyat, maka jangan sampai merugikan rakyat,” tegasnya.

Puan juga menekankan pentingnya kajian sosial budaya mengingat Pulau Rempang erat dengan keberadaan masyarakat adat yang hingga hari ini berusaha mempertahankan ruang hidup mereka. Ia meminta Pemerintah agar mencari jalan tengah terkait permasalahan ini, termasuk bagaimana menyikapi respons warga yang menolak direlokasi.

Pendekatan humanis dan persuasif dalam pembebasan lahan di Rempang Batam perlu dilakukan untuk menghindari bentrokan dan perlawanan yang berpotensi berakhir dengan korban,” ungkap cucu Bung Karno tersebut. 

Untuk itu, Puan mengingatkan agar jangan sampai pelaksanaan tugas pengamanan mengesampingkan nilai kemanusiaan. Terutama dalam menghadapi masyarakat. “Apabila ada tindakan pidana, silakan diproses secara hukum. Tapi bukan berarti langkah represif aparat dibenarkan. Apalagi penggunaan gas air mata memiliki efek yang membahayakan bagi kesehatan, khususnya terhadap anak-anak,” ucap Puan.

Puan berharap persoalan ini dapat menemukan jalan terbaik untuk semua, baik untuk masyarakat dan pelaksanaan pembangunan Rempang Eco City itu sendiri. “Kami di DPR akan berkomitmen mencari solusi atas permasalahan ini. Mari kita cari jalan keluar terbaik, yang tidak merugikan masyarakat. Kita upayakan secara persuasi,” kata Puan. (*)

 

banner-panjang

Baca Juga

Berita Terkait