http://Jejakhukumnusantara.com, Jakarta –Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah mendukung upaya Komnas HAM untuk mengusut penggunaan gas air mata, water canon, hingga pasukan huru-hara bersenjata lengkap yang bertindak represif terhadap warga di Pulau Rempang. Menurutnya, aparat telah diduga melakukan pelanggaran HAM dalam insiden pengosongan lahan tersebut.
“Saya juga menyesalkan pihak aparat mengarahkan tembakan gas air mata ke sekolah-sekolah yang menyebabkan para siswa mengalami trauma. Saya juga mendukung pengusutan lebih lanjut oleh Komnas HAM untuk melihat aspek pelanggaran HAM secara komprehensif,” ujar Luluk dikutip dari laman dpr.go.id, Rabu (20/9/2023).
Menurut Luluk, adanya laporan ancaman dan intimidasi yang diterima masyarakat Pulau Rempang membuat dugaan pelanggaran HAM semakin jelas. Ia menyesalkan kejadian ini, sebab proyek investasi seharusnya tidak merugikan masyarakat.
“Ancaman dan intimidasi tidak sepatutnya diumbar dengan dalih PSN. Investasi memang penting, tapi melindungi warga negara termasuk hak-hak masyarakat adat juga kewajiban konstitusi. Investasi demi pembangunan jangan sampai merugikan rakyat,” lanjut Luluk
Luluk menilai bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang juga menimbulkan dampak psikis bagi masyarakat yang menjadi korban represif aparat keamanan, terutama bagi anak dan perempuan. Oleh sebab itu, ia berharap ada pendampingan perbaikan mental bagi para korban yang disediakan pemerintah.
“Bahwa situasi di Rempang juga menimbulkan ketakutan pada para ibu-ibu. Konflik semacam ini pasti akan menimbulkan trauma dan ketakutan, dan perempuan serta anak-anak menjadi pihak yang paling menderita,” tutur Anggota Baleg DPR RI ini.
Menyusul bentrokan yang terjadi itu, Luluk mendorong pemerintah untuk menghentikan terlebih dahulu proyek pembangunan Rempang Eco-City sampai ada titik temu yang adil, khususnya bagi masyarakat Rempang. Ia membandingkan bagaimana berbagai negara maju mengedepankan proses sosialisasi yang panjang dan dialog dalam penerapan kebijakan sehingga tidak ada penolakan dari warga.
“Saya menyaksikan langsung pusat bisnis baru di China sedang dibangun besar-besaran, tapi di sana tidak ada cerita warga setempat diusir, justru mereka dijamin dan dilindungi keberadaannya,” ungkap Luluk.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian menyebut konflik di Rempang sudah muncul sejak lama. Selain masalah komunikasi, konflik ini muncul karena ada yang tak beres dengan kebijakan negara. Komnas HAM menyatakan tidak boleh ada penggusuran dalam menyelesaikan konflik Rempang.
Sempat menemui warga Rempang, Komisioner Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan semua warga menyatakan menolak relokasi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Warga sebenarnya mendukung rencana pembangunan proyek strategis nasional di wilayah Batam, namun yang menjadi permasalahan adalah mengapa warga harus dipindahkan. (*)