Jejakhukumnusantara.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penahanan terhadap 6 orang Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017-2018.
Para Tersangka tersebut merupakan Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d 2019, yaitu MH, LS, EM, MK, RH, dan MS. Para tersangkan ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 1 s.d 20 September 2023 di Rutan KPK. Dengan penahanan ini, maka seluruh Tersangka dalam perkara tersebut telah dilakukan penahanan.
Dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan itu, KPK sebelumnya telah menetapkan 24 Tersangka yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. KPK kemudian memulai penyelidikan baru dengan mencermati fakta hukum dalam perkara ini, dan menetapkan kembali 28 Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d 2019 sebagai Tersangka.
Pada konstruksi perkaranya, untuk memperoleh persetujuan pengesahan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018, diduga Tersangka NU dkk yang menjabat Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d 2019 meminta sejumlah uang “ketok palu” kepada Zumi Zola yang saat itu menjabat Gubernur Jambi. Zumi Zola selanjutnya menyerahkan uang melalui orang kepercayaannya Paut Syakarin sejumlah Rp2,3 miliar.
Pembagian uang “ketok palu” disesuaikan dengan posisi dari para Tersangka di DPRD yang besarannya dimulai Rp100 juta s.d Rp400 juta peranggota DPRD. Sedangkan besaran uang yang diterima MH, LS, EM, MK, RH, dan MS masing-masing sebesar Rp200 juta. Dengan pemberian uang dimaksud, selanjutnya RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018 akhirnya disahkan.
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Permufakatan korupsi antara kepala daerah sebagai eksekutif dan anggota dewan dalam proses pengesahan anggaran, berpotensi menjadi mata rantai korupsi yang tidak pernah putus pada pelaksanaan anggaran dan tahap pertanggungjawaban nantinya. Sehingga dampak akhirnya adalah pembangunan yang tidak optimal bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itulah, dalam pemilu nanti, penting bagi masyarakat untuk memilih para calon pemimpin dan wakil rakyat yang jujur dan beritegritas. Salah satunya dengan menolak praktik-praktik politik uang. (Engko)